Tesla Dilaporkan Membeli Nikel dari Indonesia Senilai Rp 74 Triliun

 Tesla Dilaporkan Membeli Nikel dari Indonesia Senilai Rp 74 Triliun


Produsen mobil listrik Amerika Serikat, Tesla, disebut sudah menandatangani kontrak senilai sekitar US$ 5 miliar (setara Rp 74,15 triliun dengan kurs saat ini US& 1 = Rp 14.831) untuk membeli bahan baterai dari perusahaan pengolahan nikel di Indonesia. Bocoran info ini dilaporkan Reuters yang mengutip CNBC Indoneisa, Senin, 8 Agustus 2022.


Indonesia melalui Presiden Joko Widodo berusaha menarik Tesla untuk berinvestasi dengan mendirikan fasilitas produksi baterai kendaraan listrik. Jokowi bersama sejumlah menteri kabinet telah bersua dengan CEO Tesla Elon Musk di Amerika Serikat pada awal tahun ini.


"Kami masih terus berunding dengan Tesla, namun mereka telah mulai membeli dua produk unggulan dari Indonesia," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam wawancara yang disiarkan Senin.


Ia mengatakan Tesla menandatangani kontrak lima tahun dengan perusahaan pengolahan nikel yang beroperasi di luar Morowali, Sulawesi Tengah. Bahan nikel akan digunakan dalam baterai lithium Tesla.



Tesla tidak lantas merespon surat elektronik Reuters yang minta komentar.


Indonesia tertarik mengembangkan industri kendaraan listrik dan baterai di dalam negeri dan telah menghentikan ekspor bijih nikel untuk memutuskan pasokan bagi pemberi modal. Langkah itu berhasil menarik investasi dari raksasa baja Cina dan perusahaan Korea Selatan seperti LG dan Hyundai.


Tapi demikian, sebagian besar investasi nikel selama ini dimaksudkan untuk produksi logam mentah seperti nikel pig iron dan feronikel.


Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak ekspor pada logam-logam ini untuk meningkatkan pendapatan sambil menunjang lebih banyak produksi dalam negeri dari produk-produk bernilai lebih tinggi, seorang pejabat senior mengatakan terhadap Reuters pekan lalu.

sumber:https://otomotif.tempo.co/read/1620706/tesla-dilaporkan-membeli-nikel-dari-indonesia-senilai-rp-74-triliun

LihatTutupKomentar